Aku, Nara dan Adin sedang di KK ketika melihat ada 2 ikhwan dan 2 akhwat lagi syuro’ hadap – hadapan.
“Wah, ternyata ada yang lebih parah nih..”, seru Nara geli, “Separah – parahnya kita, ikhwan hadap -hadapan sama ikhwan, akhwat hadap – hadapan sama akhwat.”
“Ingetin yuk”, sahut Adin
“Beda manhaj kali”, ujar Nara cuek.
“Kewajiban kita cuma ngingetin, hidayah itu urusan Allah”, sahutku singkat.
Adin mengambil bolpen dan selembar kertas.
“Weis, beneran tuh mbak, si Adin nulis. Aku bangga jadi temenmu, Din”, seru Nara excited.
Aku hanya tersenyum mendengarnya sambil mengambil foto Adin dan mereka yang lagi syuro’. Adin sudah bersiap menyerahkan kertas itu ke meja sebelah, ketika Nara menahannya.
“Sstt.. Dititip ke masnya aja, bersiyasah dong. Polos bener nih anak, ckckck..”, komen Nara gemas.
Aku hanya tertawa mendengarnya. Adin pun menuju ke meja kasir untuk menitipkan kertas tersebut.
—
Tak lama kemudian masnya nganterin minum untuk mereka. Adin gak bisa melihat transaksi itu. Aku mengamati dari kursiku. Sip, kertasnya udah dikasihkan. Aku pura – pura memainkan HP, sementara Adin dan Nara asyik mengunyah makanan mereka.
“Ih, kertasnya gak dianterin”, gumam Adin sambil melirik ke mas kasir.
“Udah koq”, sahutku singkat.
“Terus, abis itu mereka langsung berubah posisi mbak?”, tanya Nara. Ternyata dia juga tak memperhatikan perubahan itu.
“Iya dong..”, jawabku.
“Alhamdulillah.. Semoga jadi amal.. Amiin”, ujar Adin setengah percaya.
“Amiin”, koorku dan Nara.
“Aku gak bisa lihat mbak”, ujar Adin yang membelakangi mereka.
“Nih, before – after”, sahutku sambil menunjukkan foto yang terpampang di layar AsyaRo kepada Adin dan Nara.
Nara hanya menggeleng – geleng melihat foto itu.
—
Beberapa menit kemudian ada beberapa ikhwan dan akhwat yang datang.
“Eh, ada tambahan tuh”, ujar Nara.
Serentak aku dan Adin menoleh.
“Udah yuk, pulang, aku tambah geli nih”, seru Nara geli.
“Iya, yuk pulang aja..”, sahutku.
—
*Ditengah arus globalisasi ini ternyata kultur saling mengingatkan sudah makin luntur.
Salima, 30 Maret 2012, 21:38